DI ABAIKAN KARNA YATIM PIATU DIPUJA KETIKA BERDUIT

 



Pada malam itu langit tampak bercahaya, para cakrawala tampak bergembira menghiasi langit Myos Kamasan pada malam itu. Seorang Ibu yang sedang mengandung pun mulai menjerit kesakitan dan ternyata itu adalah waktu dimana Ia harus melahirkan. Tarikan nafas yang dalam dan dorongan yang kuat pun berbuah hasil seorang putra tampan. Namun dorongan yang kuat dari Ibu tersebut adalah tenaga yang terakhir dan Akhirnya Ia pun menyelesaikan pertandingannya di dunia dan dipanggil kembali oleh sang Ilahi.

Anak itu pun di Beri nama Mambri, Hari demi Hari beban pikiran pun dialami oleh kakak-kakak perempuan Mambri. Ibu mereka telah meninggal dan Siapa yang akan menyusui adik mereka, Susu Formula sangat jarang pada waktu itu, Jangankan susu beras pun sangat susah pada zaman itu. Myos Kamasan adalah pulau yang terpencil jauh dari Perkotaan membuat segala kebutuhan hidup sangat susah.

            Hingga mereka memutuskan untuk membawa Mambri kepada Ibu-Ibu yang sedang menyusui pada waktu itu agar Mambri pun mendapat ASI dari mereka. Sering kali pada waktu malam disaat Mambri menangis kehausan mereka harus membawanya pergi mencari Setetes air susu. Namun banyak sekali hal tak mengenakkan yang dialami, terkadang mereka harus menahan malu karena pintu rumah yang diketuk tak kunjung dibuka, disindir dan lain sebagainya. Hal-hal itu terus dilakukan hingga Mambri tumbuh balita.

Setelah tumbuh dewasa Mambri pun bersekolah pada Salah satu Sekolah Dasar yang kebetulan salah seorang Kakaknya juga menjadi guru disitu, Tumbuh menjadi anak Yatim memang sungguh berat rasanya. Suatu Hari seusai pulang sekolah Mambri disuruh untuk menyalakan api pada para-para tempat pengasapan kelapa atau yang biasa disebut Kopra. Namun karena perut yang keroncong membuatnya pergi memanjat sebatang pohon kelapa untuk mengisi lambungnya yang keroncong, Tanpa disadari Api yang mulai membesar pun membuat Kelapa yang sedang diasapi pun hangus dan membuat Kakaknya marah besar. Mambri pun harus menerima hukuman dari Kakaknya, Ia dipukuli hingga menjerit kesakitan dan Karena terus dipukuli Mambri pun memutuskan untuk berenang menyeberangi Selat dengan menggunakan sebatang bambu ke pulau sebelahnya.

Suka dan Duka silih berganti, kepada siapa Ia harus mengaduh sedangkan semua kakak perempuannya telah menikah dan Mambri pun tak ingin menjadi beban bagi keluarga mereka. Namun karena tekad dan keberanian membuatnya tetap optimis dan tidak mudah putus asa. Hari berganti Tahun dan Akhirnya Ia pun menyelesaikan Studinya pada Sekolah Menengah Atas (SMA).

Melanjutkan studi di Universitas Cendrawasih Jayapura menjadi tantangan baru buat Mambri, seusai pulang dari Kuliah Ia harus pergi menyelam dengan berbekal senapan molo dan Kaca mata menyelam, Hasil buruannya dilaut Ia jual ke pasar demi membiayai perkuliahannya. Sore itu seusai melaut Mambri memikul hasil tangkapannya disepanjang jalan Ia berjualan tampak disadari Mambri melihat Saudara sepupu ayahnya yang kebetulan sedang berkunjung ke Jayapura waktu itu. Mambri pun berinisiatif untuk menegur pamannya. Dengan penuh kegembiraan Ia menyapa pamannya.

Mambri            : Om, Om, Om dong kapan datang? Ada Kegiatan kah?

Paman             : Oh iyo ada kegiatan disini. Om pergi dulu lagi sibuk sedikit jadi

Mambri            : Oh iya om hati-hati dijalan.

Kenyataan tak semanis apa yang dipikirkan Mambri, Ia menyangka Pamannya akan gembira melihatnya namun Pamannya hanya tersenyum sinis dan berjalan pergi meninggalkannya. Disepanjang jalan Ia terus memikirkan hal tersebut “Sioooo mungkin karna sa ni awak yang hanya jalan bikin sneso (anak yatim yang bikin kasihan) jadi keluarga pandang sa macam sampah dijalan, kata Mambri dalam hatinya”

 Suatu hari Mambri kelaparan disepanjang jalan Ia menahan perutnya yang terus memberontak dan ketika Ia lewat ternyata ada salah satu Acara resepsi pernikahan. Sontak membuat Mambri sedikit legah, tanpa pikir panjang Mambri pun melangkah masuk menuju tempat acara tersebut. Ia pun bersalaman dengan Kedua mempelai seolah-olah Ia adalah tamu undangan, Nyatanya Ia tidak mengenal dan dikenal sama sekali. Setelah bersalaman mambri pun menuju meja makan mengambil makanan yang telah dihidangkan, sehabis makan Mambri langsung kabur, disepanjang jalan Ia tertawa terbahak-bahak.

Perjuangannya di Universitas Cendrawasih pun berakhir dengan Lulusan terbaik (Cumlaude). Berkarier di dunia pemerintahan membuat Mambri selalu diperhitungkan mengingat kerjanya yang sangat baik, diangkat menjadi kepala bagian (Kabag) di BAPPEDA Kota Sorong. Hingga tiba saatnya pemekaran Kabupaten Raja Ampat pun tiba, mendapat promosi menjadi Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) pada waktu itu. Semua orang berbondong-bondong datang bagaikan termasuk pamannya yang dulu bertemunya di Jayapura, mereka yang dulu menatapnya ibarat botol plastic dipinggir jalan pun berdatangan. Segala puja-pujian datang silih berganti demi kepentingan mereka. Para kakak-kakak kandungnya Mambri pun jarang bertemu dengan Mambri mengingat rumahnya selalu dipenuhi oleh orang-orang dari luar yang terus berdatangan silih berganti.

Selain berkarir dalam pemerintahan Mambri pun mengembangkan sayap didunia pendidikan, beliau juga berprofesi sebagai seorang dosen disalah satu perguruan Tinggi, disuatu ketika Kakaknya Mambri yang berprofesi sebagai seorang guru sekolah dasar mengikuti kuliah umum, mereka sedang menunggu kehadiran sang dosen. Kakaknya yang mulai bosan pun bertanya pada kawannya “ Kira-kira torang tunggu siapa ni?” “Ah tong masih tunggu dosen ni, sebentar lagi su tiba, katanya dalam perjalanan (kata temannya)” Beberapa saat Mambri pun berjalan masuk melalui pintu utama, mereka yang mengikuti kuliah pun menyambut beliau. Teman kakaknya pun berkata pada Kakaknya Mambri : “Sobat Dosen su datang ni” Kakaknya menatap Mambri lebih dalam dan berkata : “Cukardeleng dulu sa yang ajar Ko baca tulis, baru skarang ko mau bale ajar sa lagi “ Kakaknya berdiri dan berjalan keluar meninggalkan ruangan.

Menjadi seorang pejabat daerah namun Mambri tak pernah berpikir untuk menikmati berkatnya sendirian, Ia selalu berbagi dan membantu mereka yang datang meminta bantuannya. Termasuk sanak saudara yang dulunya mengabaikannya. Hal itu berlangsung terus menerus. Memiliki banyak orang memang menjadi sesuatu yang membanggakan, dihormati semua orang. Anak-anaknya diperlakukan bagaikan pangeran. Hingga saat dimana pemilihan Kepala Daerah pun tiba.

Mambri yang rencananya akan ikut bermain dalam pesta Demokrasi pun mulai menyiapkan segala berkas-berkas dan parpol yang mengusungnya. Pesta demokrasi pun tiba dan pemilihan pun telah usai Namun Mambri harus menerima dengan lapangdada kalau dirinya kalah dalam permainan pesta demokrasi. Tak lagi berkarir dalam dunia Pemerintahan, tak lagi memiliki banyak Uang membuat mereka yang dahulu terus berdatangan pun mulai lenyap satu per satu. Ia tak lagi dipandang seperti dahulu Ia menjadi pejabat Daerah. Ia kembali dipandang seperti semula Ia berproses. Para kakak-kakak kandungnya kembali merangkulnya dan mengangkatnya kembali. Mambri pun kembali focus dalam dunia pendidikan, berprofesi sebagai seorang dosen dan juga seorang penulis yang handal “Ketika Tuhan memberi cobaan hidup agar kita mengerti siapa keluarga kita yang sebenarnya . Kata Mambri”.

Inilah kehidupan, sifat manusia memang dinamis berubah bagaikan nilai mata uang rupiah yang menyesuaikan dollar. Pada kenyataannya akan seperti itu, disaat kita memiliki banyak uang orang akan memandang kita bagaikan raja. Namun disaat kita Jatuh orang akan memandang kita bagaikan sampah bekas. Jangan pernah bangga disaat kau memiliki banyak orang saat kau sukses karena mereka juga akan pergi saat kau jatuh.

Mari Berbenah diri Untuk lebih Baik

Anak Yatim pun Bisa Sukses meski terhimpit semak belukar.

Terima Kasih sudah Membaca Semoga Bermanfaat

Tuhan Yesus Memberkati

Penulis ; Rumbewas Free’von

 

           


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SA RAWAT DIA DENG CINTA KO SIKSA DIA KETIKA KO MABUK

SA JUAL PINANG DE YANG NAIK FORTUNER

BAHKAN SEORANG PELACUR PUN BERHAK DI HORMATI “