SA BUTUH TUHAN
Pada waktu itu Jein berusia 8 Tahun, seusai pulang dari Sekolah Dasar. Ia tampak ketakutan melihat ibunya dipukul habis-habisan oleh ayahnya. Trauma mendalam terus menghantui pikirannya. Berselang dua bulan orang tuanya bercerai karena ibunya yang tak tahan lagi menghadapi suaminya ayahnya jein. Menyaksikan pelbagai kejadian di usia yang masih belia membuatnya trauma berat. Jein selalu takut berada di dekat ayahnya.
Tak pernah mengalami kehangatan
dalam keluarga, membuatnya menjadi pribadi yang penuh dendam dan sakit hati. Jein
selalu iri pada teman-temannya yang selalu di antar jemput oleh orang tua
mereka. Di sekolah jein dikenal pribadi yang tertutup, memilih sendirian dan
tak mau bergaul. Hal ini membuatnya sering menjadi bahan bullyan para teman
sekelasnya. Hal itu terus dirasakannya hingga memasuki bangku SMA.
Cobaan hidup yang berat membuatnya
mencari alternative lain jein mulai mengonsumsi alcohol, merokok bahkan mencoba
hal-hal terlarang seperti pill ekstasi dan jenis narkoba lainnya. Gaya hidup
yang mulai karuang membuatnya menjadi buah bibir para tetanggah dan juga
orang-orang sekitar. Hari-harinya seusai pulang dari sekolah Jein tak langsung
pulang ke rumah, Ia memilih berkeliuran hingga larut malam barulah Ia pulang ke
rumah. Hingga suatu hari saat pulang ke rumah , Ia berjalan masuk dan tanpa Ia
sadari ayahnya sedang merokok dan dalam pengaruh minuman keras di ruang Tamu. Tanpa
pikir panjang ayahnya bangun dari kursi lalu menendang dan memukulnya nya.
·
Ayahnya : Eh bangsat ko dari mana saja, Kenapa
kO pulang malam. Orang pulang kerja trada makanan di atas meja !!!
·
Jein : (Hanya menangis dan
menangis)
·
Ayahnya : ANAK TRATAU DIRI, ANAK DURHAKA KO !!!
·
Jein : (Mulai tampak emosi) SA
BEGINI KARNA KO !! KO YANG BIKIN SA PU HIDUP RUSAK !!!
Hari-hari hidup yang tak bercahaya,
kabut asap yang menutup kehidupannya membuatnya susah untuk melihat kehidupan
yang lebih jernih seperti anak muda pada umumnya. Malam itu seusai pulang dari
acara, Jein dan gengnya dipengaruhi minuman keras. Jein yang tak mampu sadarkan
diri membuatnya menjadi sasaran para teman lelakinya yang ingin memuaskan
birahi mereka. Jein ditinggalkan begitu saja diantara semak rerumputan, ketika
saat ia terbangun jein tampak terkejut melihat kondisinya yang sangat
memprihatinkan. Dipenuhi air mata membuat hidupnya semakin lebih hancur.
Dengan berbagai hal ia lakukan,
sayatan silet terus membekas di tubuhnya. Hidupnya yang tak ada arah dan
tujuan. Dengan seutas tali pada malam itu jein ingin mengakhiri hidupnya, jein yang
sudah tergantung pun jatuh tersungkur dilantai karena talinya tiba-tiba putus. Jein
tampak keherangan. Jein kemudian memilih kabur dari rumah dan tak lagi memiliki
arah hidup, demi memenuhi kebutuhannya jein mulai mencari pekerjaan. Mencari kerja
memang hal yang tak mudah, ditolak berbagai macam tempat karena alasan
latarbelakangnya membuatnya terus terkucilkan. Dan solusi terakhirnya adalah melamar
kerja ditempat hiburan malam.
Bekerja ditempat hiburan membuatnya
semakin menjadi buah bibir masyarakat, kerabat dan teman-teman sekolahnya dulu.
Terkadang ia dituntut oleh pemilik bar untuk melayani tamu yang tertarik
padanya, hal itu terus berlanjut hingga beberapa Tahun. Percobaan bunuh diri
kembali Ia lakukan mengingat Ia sendiri merasa jijik dengan hidupnya yang penuh
kehancuran. Hari itu ditepi jalan Ia menunggu hingga sebuah truck melaju dengan
kencang dan jein berlari ke arah datangnya truck. Dengan tabrakan yang cukup
keras membuat sang sopir dan orang sekitar mengira jein akan meninggal. Namun yang
terjadi hanya menyisahkan luka gores pada dahi dan lengan tangannya.
Malam itu ia terus berpikir tentang
hal ini “Waktu sa gantung diri perasaan
talinya kuat dan trada bekas pisau tapi kenapa bisa putus, dan skarang ketika
sa tabrakan diri ke arah truck tapi trada luka berat hanya goresan kecil “ di
sepanjang malam ia terus memikirkan hal itu. Malam itu Kembali pada
rutinitasnya setiap malam, bekerja di bar. Malam itu Jein sedang melayani para
lelaki hidung belang, tiba-tiba Bar tempat Ia bekerja di gerebek aparat
kepolisian. Mereka diangkut menuju kantor polisi dan disana mereka ditest oleh
petugas dari dinas kesehatan. Dengan cucuran air mata yang turun tanpa henti
jein menerima hasil bahwa dirinya “ Positif HIV/AIDS”.
Hal itu membuatnya dikeluarkan dari
Bar tempat Ia bekerja, dengan putus asa dan tak lagi memiliki harapan hidup. Jein
menangis dan terus menangis dibalik kamar 3x2 meter “Tuhan sa ni salah apa? Kenapa sa pu hidup seperti ini. Sa juga ingin
hidup seperti orang lain, sa tra mau terlahir seperti ini Tuhaaannn eeeee, sa
tra sanggup Tuhan, sa mo cerita ke siapa? Sa mo mengaduh ke siapa? Sa hidup
sebatangkara ini Tuhan. Tuhan terlalu jahat skali sama saya. Sa “
Pagi itu tepaat pada hari Minggu
pagi pada pukul 6.00 WIT dibalik pepohonan Jein dan kedua teman wanitanya sofi
dan cici dan teman lelakinya sinto masih mengonsumsi minuman beralkohol dan
obat-obat terlarang yang telah dinikmati dari malam. Jein tampak tak sadarkan
diri selama 1 Jam, beberapa saat kemudian jein terbangun dan langsung berdiri
ketika mendengar lonceng gereja berbunyi . Teman-temannya tampak kaget dan
berkata ;
·
Sinto : WE Ibu ko mo mau jalan kemana?
·
Sofi : Ko masih pusing itu tenang-tenang sudah,
duduk ke bawah. Cici tahan dia suruh de duduk.
·
Jein : Sa mau pergi ibadah
·
Sinto : HAHAHAHA sa baru dengar Orang mabuk mau
pergi sembayang, ko yakin Tuhan akan dengar Ko kah!!! STOP LUCUH SUDAH YO….
·
Cici : Duduk tenang sudah selama ini ko kemana,
mabuk baru mo ingat Tuhan.
·
Jein : Sa su lalui banyak hal dan tadi untuk
ketiga kalinya sa lihat mujizat Tuhan itu hadir, Tuhan mau trima sa pu doa atau
tidak itu urusannya Tuhan. Yang pasti SA
BUTUH TUHAN, TUHAN DAN HANYA TUHAN.
Jein pun bergegas pergi, menyiapkan
diri dan pergi ke Gereja, ketika berjalan masuk pintu gereja sebagian besar para
jemaat tertawa sinis, ada pula yang mengejeknya dalam hati, ada pula yang
sambil menatap satu sama lain sambil menahan tawa. Jein memilih bangku paling
depan berhadapan dengan mimbar untuk Ia duduki, hari itu RASIS pun terjadi
didalam gereja, tak ada seorang pun orang yang mau duduk dibangku tempat Ia
duduk. Mereka yang awalnya duduk disitu pun memilih berpindah tempat duduk
karena tidak sudi duduk dengannya yang terkena HIV/AIDS.
Sepanjang ibadah berlangsung jein
terus mencucurkan airmatanya, para hamba Tuhan dan pendeta pun
memperhatikannya, seusai pulang jein pun masih tetap duduk dengan kepala yang
tertunduk, gereja tampak kosong semua orang telah pulang. Pendeta yang melihat
Jein pun berjalan ke arahnya “Jein yang tak mampu menahan suara tangisan pun
mengeluarkan semuanya, Ia semakin menangis ketika ditanya oleh pak pendeta”. Seusai
pulang dari gereja, Jein terus memikirkan hal yang terjadi saat Ia tak sadarkan
diri ketika mabuk berat.
Beberapa bulan berlalu, jein kembali
memeriksa dirinya ke dokter, setelah melakukan tes darah beberapa kali. Dokter sangat
terkejut melihat hasilnya yang telah negative HIV/AIDS. dokter bertanya pada
jein “dimana kau berobat dan ramuan apa
yang kau konsumsi” jein hanya tersenyum dan berkata “TUHAN YESUS BAIK, SEMUA KARNA DARAH YESUS”. Hari minggu pagi jein
pun meminta kesempatan untuk bersaksi, para jemaat tampak gelisah dan tak mau
mendengarkannya. Dengan Tetesain airmata Jein lalu bersaksi :
“Waktu
itu tepat sa berusia 7 hingga 8 tahun sa selalu menyaksikan pandangan tak
mengenakan di antaranya sa punya orang tua, sa bapa pukul mama, bahkan sa juga
jadi korban kekerasa, sa mama pergi kas tinggal sa karna tra tahan hadapi bapa,
hal itu terus berlangsung hingga sa jadi pribadi yang tertutup, pendendam dan akhirnya
sa mulai mencari pelarian sa mengonsumsi alcohol, narkoba bahkan sa sendiri
jadi seorang pelacur. Sa pernah mencoba bunuh diri tapi sa kaget karna talinya
tiba-tiba putus, sa pikir itu kebetulan . lalu beberapa tahun kemudian sa
mencoba tabrakkan diri ke arah truck yang berlaju dengan kecepatan tinggi tapi
sa hanya dapat luka goresan, sa masih berpikir itu kebetulan. Ketika sa divonis
terkena HIV/AIDS sa putus asa dan sudah tak memiliki harapan hidup, sa pu akhir
hidup sa habiskan dengan alcohol karena sa tau, sa trakan hidup lebih lama
lagi. Hingga tepatnya hari minggu pagi dalam keadan mabuk berat sa bermimpi
Salib itu datang bela sa pu tubuh, sa sangat ketakutan dan ketika terbangun sa
ingin pergi ke gereja setelah sekian lama, sa punya teman-teman dong tertawa
sa, dong ejek sa. Tapi sa jawab “ SA
BUTUH TUHAN” dan Mujizat itu nyata sa sembuh dari penyakit mematikan yang tak
ada obatnya. Dokter kaget karna hasilnya Negatif HIV/AIDS dan bertanya sa
berobat dimana? Sa hanya Jawab : Semua
Karna Darah Yesus “
Para jemaat yang tampak merinding
dan adapula yang merinding mendengar
kesaksiannya, jeni lalu menutup dengan kalimat per kalimat : “Ketika dunia
menghina saya tapi Tuhan mengangkat saya. Seburuk apapun dunia memandang kita,
seburuk apapun masa lalu kita, sa percaya Tuhan tetap menyayangi kita sebagai anaknya
dan Ia akan tetap angkat kita dari dalam lumpur dosa, mari berbalik, Tuhan
Yesus Baik”. Dengan nyanyian penutup kesaksiannya jeni membawakan lagu “ Kau
pulihkan kehidupanku”. Jeni pun menjalani kehidupan dan mulai bersaksi dibalik
penjara dan tempat-tempat lainnya.
“Terkadang kita hanya melihat dan menilai tanpa
tau masalalu dan penyebab seseorang terpuruk, bahkan terlihat hancur
dipandangan manusia Namun bagi Tuhan taka da yang mustahil. Berhenti menghakimi
Karena Hidup ini harus jadi berkat ”
'' Kehidupan anak sangat tergantung pada peran Orang Tua"
Terima Kasih sudah membaca, Mohon maaf ada
kesamaan nama dan sebagainya.
Tuhan Yesus Memberkati
Penulis : Rumbewas Free’von
sioo sa kena sekali " digereja pun terjadi rasi" kebanyakan orang merasa bersih karena rajin ke gereja tapi masi produksi rasis dalam gereja. jeni yesus love you
BalasHapus